Alamanahjurnalis.com – Pekerjaan sebagai seorang guru memang memerlukan pengorbanan besar, baik dari segi emosional, mental, maupun finansial. Ketiga hal ini hampir menjadi kenyataan yang tak terhindarkan bagi setiap guru dalam menjalani profesinya.
Melansir yourtango.com, guru diharuskan memberikan segalanya untuk mendidik dan membimbing generasi penerus bangsa. Namun, ada satu hal yang sering kali terabaikan dan jarang dibicarakan, yaitu dampak pekerjaan ini terhadap kesehatan fisik para guru.
Kelsie Marks, mantan guru yang kini menjadi konten kreator dan juga co-founder EducatedExit, sebuah organisasi yang membantu guru mencari pekerjaan di luar dunia pendidikan, berbagi pandangannya tentang kondisi ini.
Menurutnya, banyak guru yang tetap bertahan di profesi tersebut hingga mencapai titik jenuh dan akhirnya mengakui bahwa mereka sudah tidak bisa melanjutkan lagi.
“Salah satu hal yang saya dan tim EducatedExit temui adalah bahwa para guru berusaha bertahan selama mungkin, tetapi pada akhirnya sampai di titik di mana mereka berkata, ‘Saya sudah tidak bisa melakukannya lagi,” ungkap Marks dalam unggahan video di aplikasi Tiktok.
Kehilangan waktu untuk diri sendiri
Dalam profesinya, seorang guru, seperti juga konselor sekolah atau psikolog sekolah, diharuskan untuk terus aktif dan fokus sepanjang hari.
Sayangnya, hal ini sering kali membuat mereka mengesampingkan kebutuhan pribadi, termasuk yang paling mendasar seperti makan atau bahkan pergi ke toilet.
"Guru, konselor sekolah, dan psikolog sekolah diminta untuk selalu hadir, dan sementara mereka hadir, mereka harus menempatkan kebutuhan mereka sendiri di urutan kedua setelah kebutuhan siswa," kata Marks.
Dampak pada kesehatan fisik
Stres saat mengajar yang dialami para guru secara terus-menerus dapat menyebabkan peradangan dalam tubuh akhirnya dapat memicu berbagai penyakit. Tidak heran apabila banyak guru mengalami masalah kesehatan kronis, seperti nyeri pada sendi, gangguan pencernaan, dan masalah pada otot serta tulang.
Sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa tingkat stres yang tinggi di kalangan guru sangat berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan fisik, seperti gangguan pada otot dan tulang, masalah pencernaan, sakit kepala, hingga yang lebih serius, gangguan pada sistem hormon tubuh.
Gangguan ini, yang disebut disfungsi sumbu hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA axis), terjadi karena kadar hormon kortisol dalam tubuh menjadi tidak seimbang akibat stres yang berkepanjangan.
Ketidakseimbangan hormon ini dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung, stroke, gangguan kekebalan tubuh, hingga masalah metabolisme seperti kesulitan mengatur berat badan. Bahkan, gangguan pada suara juga sering terjadi pada para guru karena stres yang terus-menerus
“Jika kita meminta sebuah profesi selalu menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan diri mereka sendiri setiap hari, kemudian membayar mereka dengan buruk dan memperlakukan mereka dengan tidak hormat, tidak mengejutkan orang-orang ini akhirnya meninggalkan profesinya,” jelas Marks.
Peningkatan penghargaan terhadap profesi guru
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saidun Hutasuhut dkk. (2025) dalam jurnal Future Academia, meningkatkan penghargaan terhadap profesi guru adalah salah satu langkah penting yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Di beberapa negara, guru dipandang sebagai profesi yang sangat dihormati, dengan gaji yang mencerminkan peran mereka yang sangat penting dalam mencerdaskan bangsa. Sebagai contoh, di Jepang, gaji rata-rata guru mencapai Rp 38 juta per bulan, yang mencerminkan besarnya penghargaan negara terhadap profesi ini.
Meskipun ada berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru, masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara guru di sekolah negeri dan swasta, serta antara guru yang bekerja di kota besar dan di daerah terpencil.
Kesenjangan ini menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan guru harus terus dilakukan agar profesi ini lebih menarik dan dapat menarik generasi muda untuk berkarir di dunia pendidikan.
Masalah utama yang dihadapi adalah gaji rendah yang diterima oleh guru honorer dan guru di sekolah swasta, yang sering kali tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak. Ditambah dengan beban kerja yang tinggi, banyak guru mengalami kelelahan, baik secara fisik maupun mental, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas pengajaran mereka.
Selain itu, beban administratif yang berlebihan, seperti penyusunan laporan dan kegiatan tambahan lainnya, sering kali mengalihkan fokus guru dari tugas utama mereka, yaitu mengajar.
Beban administratif yang tidak sebanding dengan waktu yang tersedia membuat kualitas pembelajaran di kelas menurun. Hal ini nantinya dapat memengaruhi pendidikan di Indonesia, yang berdampak pada kualitas pendidikan generasi masa depan.
Pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan guru, termasuk pemberian gaji yang sesuai dengan standar hidup layak, mengurangi beban administratif yang tidak perlu, dan memastikan perlindungan sosial bagi seluruh guru, terutama mereka yang bekerja di daerah terpencil dan sekolah swasta.
Sumber: kompas.com