Alamanahjurnalis.com - JAKARTA - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengaku, tidak mempermasalahkan jika revisi Undang-Undang (UU) TNI yang baru disahkan DPR RI diuji dengan mekanisme judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK)
"Kemudian biarkan dia akan diuji. Apakah benar bahwa kekhawatiran itu memang sesuatu yang mendasar untuk dilakukan," kata Supratman di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Menurut Supratman, Indonesia sudah memiliki struktur tata negara yang baku.
Oleh karena itu, dia tidak keberatan jika memang ada yang mau memprotes UU TNI lewat jalur hukum.
"DPR bersama pemerintah sebagai lembaga pembentuk undang-undang tapi juga ada lembaga lain yang boleh melakukan uji materi," ujarnya.
Selain itu, dia menilai bahwa penolakan termasuk soal UU TNI adalah hal yang lumrah dalam negara yang menganut sistem demokrasi.
Supratman selaku Menkum juga sudah melakukan komunikasi dengan mahasiswa yang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR pada dua hari lalu.
"Mobil saya dicegat juga, saya akhirnya datang lagi. Intinya, kita tidak mungkin kita bisa sepakat dalam semua hal. Itu bagian dari takdir kita untuk berdemokrasi," katanya.
Lebih lanjut, dia meminta publik memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk menjalankan UU TNI jika sudah resmi diundangkan
"Karena itu, berikan kesempatan kepada pemerintah untuk melaksanakan undang-undang TNI yang baru disahkan kemarin," ujar Supratman.
Diketahui, ada aksi unjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI digelar di depan Gedung DPR RI pada Kamis, 19 Maret 2025.
Aksi digelar bersaman dengan Rapat Paripurna DPR RI yang salah satu agendanya mengesahkan RUU TNI.
Aksi itu diikuti mahasiswa dari berbagai kampus dan Koalisi Masyarakat Sipil yang menolak RUU TNI.
Terpisah, tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi UU TNI yang baru saja disahkan DPR RI pada Kamis kemarin.
Kuasa hukum para pemohon yang juga mahasiswa Fakultas Hukum UI, Abu Rizal Biladina, mengatakan bahwa gugatan mereka dilayangkan karena dinilai ada kecacatan prosedural dalam revisi UU TNI.
"Alasan kami menguji itu karena kami melihat ada kecacatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan a quo. Jadi, sehingga ya kami menyatakan bahwasanya Undang-Undang tersebut inkonstitusional secara formal," kata Rizal saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Ada lima pokok permohonan atau petitum yang dilayangkan para pemohon. Pertama, meminta MK mengabulkan seluruh permohonan.
Kedua, menyatakan UU TNI yang baru disahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Lalu yang ketiga, itu tentunya kami meminta bahwasanya Undang-Undang tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan UUD 1945," ujarnya.
Keempat, mereka meminta agar MK menghapus norma baru dalam UU TNI yang baru disahkan dan mengembalikan norma lama sebelum terjadinya revisi.
"Kelima, seperti biasa memerintahkan keputusan dimuat ke dalam berita negara," kata Rizal.
Namun, naskah dari revisi UU TNI diketahui belum diundangkan hingga Jumat, 21 Maret 2025.
Sumber: kompas.com