Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Disrupsi dan Efisiensi Anggaran Bisa Ancam Kelangsungan Industri Pers? Begini kata Pakar

| March 03, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-02T21:37:16Z


Alamanahjurnalis.com - JAKARTA -- Pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran, dan dampaknya diperkirakan akan berimbas pada industri media massa. 

Salah satu efek yang paling terasa adalah berkurangnya belanja iklan dari pemerintah, yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi banyak media.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengungkapkan bahwa kondisi industri pers saat ini memang sedang tidak menguntungkan. Sepanjang 2023 hingga 2024, setidaknya 1.200 karyawan media, termasuk jurnalis, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Beberapa media cetak besar bahkan terpaksa berhenti beroperasi karena tekanan ekonomi yang semakin berat.

Selain menghadapi disrupsi digital, media juga mengalami tantangan besar karena 75 persen belanja iklan nasional kini dikuasai oleh platform digital global dan media sosial. 

Ditambah lagi, perkembangan kecerdasan buatan (AI) semakin mengubah lanskap industri pers, menjadi disrupsi ketiga setelah digitalisasi dan media sosial.

Media Lokal Terancam?

Dampak pemangkasan anggaran ini juga dikhawatirkan bakal lebih terasa bagi media lokal, yang selama ini bergantung pada iklan dari pemerintah daerah. Pengamat jurnalisme dari Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, Dr. Wisnu Martha Adiputra, S.I.P., M.Si., menyebut situasi ini bisa memperburuk kondisi media di daerah.

“Media lokal tidak dapat iklan dari pemerintah, itu kondisinya sangat sulit,” ujarnya, melansirugm.ac.id, Minggu, 2 Maret 2025. 

Di satu sisi, ketergantungan terhadap iklan pemerintah memang bisa membuat media kehilangan independensinya. Wisnu menilai bahwa tanpa diversifikasi sumber pemasukan, media bisa kurang berani mengkritik kebijakan pemerintah daerah.

“Walaupun di sisi lain itu juga buruk, ketika sangat tergantung mereka mungkin tidak independen dan kurang berani juga mengkritik kebijakan pemerintah daerah,” paparnya.

Sementara itu, media swasta dan nasional dinilai memiliki daya tahan yang lebih baik karena tidak sepenuhnya bergantung pada iklan pemerintah.

“Seperti LPP (Lembaga Penyiaran Publik) itu kan sebenarnya sudah diberi (anggaran) oleh negara, jadi sangat tergantung. Tapi struktur iklan terutama media swasta itu sangat besar. Harapannya memang iklan di media itu bukan dari pemerintah,” tuturnya.

Masa Depan Media di Tengah Disrupsi

Wisnu mengakui bahwa jumlah media massa memang mulai menurun akibat disrupsi digital. Namun, ia menegaskan bahwa sebagian besar media tetap berusaha menjaga independensinya.

“Media sekarang betul-betul independen. Walaupun jumlahnya mulai turun dan sudah susah kondisi (ekonomi) untuk saat ini,” jelasnya.

Untuk menghadapi tantangan ini, ia mendukung kebijakan pemerintah yang mendorong platform digital global agar berkontribusi terhadap industri pers. Salah satunya melalui Perpres Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital dalam mendukung Jurnalisme Berkualitas.

Menurut Wisnu, aturan ini bisa menjadi peluang bagi media untuk mendapatkan manfaat dari trafik berita yang muncul di media sosial.

“Sebenarnya memang perlu mendorong supaya platform-platform digital punya kontribusi membantu media dari klik link berita dari media yang muncul di media sosial,” ujarnya.

Meski begitu, perubahan dalam industri media masih terus berjalan. Ke depan, media dituntut untuk lebih adaptif dan mencari sumber pendapatan baru agar bisa bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi dan perkembangan teknologi.

Sumber: netralnews.com
×
Berita Terbaru Update