Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Lek Tawan Penyeberang Jalan Cerpen Kustajianto

| February 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-02-14T13:20:32Z


Alamanahjurnalis.com -

Halaman 1


Hari ini anaku pulang sekolah sambil menangis. Dengan tas rangsel dan berdiri di teras. Kujemput sambil jongkok menanyakan banyak hal.


"Ada apa Sayang?"


"Dimarahi orang yang naik mobil."


"Mengapa sampai marah."


"Karena Adit hampir ketabrak mobilnya. Kan harusnya Adit yang marah."


"Memangnya Lek Tawan yang biasa menyeberangkan jalan di mana?"


"Nggak tahu. Sejak kemarin Lek Tawan nggak kelihatan."


"Lho... Berarti anak-anak menyeberang sendiri?"


"Iya."


Aku terkejut bahkan merasa miris. Buru-buru perasaan cemas aku singkirkan.


"Ya sudah masuk, lepas sepatu dulu baru ganti baju. Harus sendiri. Sudah besar jangan melulu minta tolong emak," perintahku.


Anaku melepas sepatu di teras dan menentengnya ke rak yang tersedia di teras samping.


Adit anak pertamaku yang baru kelas lima sekolah dasar, aku didik hidup bertanggungjawab atas dirinya. Meskipun istri kadang membela memarahiku. Ya... semua suami akan menyerah sama istri yang sedang marah.


Untuk hal-hal kecil seperti mandi makan ganti baju, belajar dan merapikan tempat tidur dan hal lain yang kecil-kecil satu ide.


Aku jadi penasaran. Sudah dua hari Lek Tawan tidak berada di tempat kerja dimana siap menyeberangkan anak-anak yang masuk atau pulang sekolah dengan ramah.


Selaku Ketua Komite Sekolah, aku berhasil mengajak wali murid untuk mengusulkan ke pihak sekolah agar Lek Tawan mendapat honor tiap bulan.

Halaman 2


Usulan disetujui dan selama setahun sudah terealisasi.


Aku heran juga. Mengapa guru kelas tidak pernah menyampaikan - misalnya lewat WhatsApp bahwa Lek Tawan tidak pergi kerja. Setidaknya bisa digantikan orang lain, untuk sementara seperti hari-hari sebelumnya pada waktu Lek Tawan sakit.


Aku menstarter motor menuju ke rumah Lek Tawan.


Di rumah Lek Tawan - sebenarnya bukan rumahnya, Lek Tawan numpang hidup - dijelaskan sejak kemarin Lek Tawan pulang ke kampung halamanya.


"Di mana alamatnya?"


"Silahkan duduk dulu, Nak. Kelihatanya terburu-buru mau ke mana lagi," jawab nenek sambil mempersilahkan duduk.


Tentu aku sudah mengucapkan salam sebelum menanyakan alamat Lek Tawan. Tadi sambil berdiri menanyakan keberadaanya.


Kakek dan nenek yang rumahnya besar dan anak-anaknya telah sukses di perantauan, nampak merasa kehilangan Lek Tawan.


Matahari makin tinggi. Karena pohon-pohon desa masih banyak meskipun di daerah pantai jawa sebelah utara, sinarnya tidak mengganggu aktifitas warga. Sesekali angin bertiup dari Utara untuk mengurangi hawa gerah.


"Mau kopi atau teh," tanya nenek.


"Kopi aja, Nek." 


Nenek kembali ke belakang, tinggal kakek yang duduk di depanku dengan tatapan kosong. Gerakanya dalam merokok sekadar menutupi rasa gelisahnya, kupikir karena kepergian Lek Tawan. Sebab Lek Tawan satu-satunya orang yang menemani masa tuanya selama dua tahun ini.


"Lek Tawan sudah kuanggap keluarga. Nak Sandi kan tahu anak-anaku satu pun ndak ada yang di rumah, bahkan Hari Idhul Fitri," ujarnya kecewa.


"Tapi tetap bangga punya anak-anak yang jadi pejabat di Jakarta." 


"Setelah tua, rasa bangga itu musnah," bantahnya.


Nenek kembali ke ruang tamu

Halaman 3


membawa nampan yang berisi tiga cangkir seduhan kopi yang mengepul dan sepiring ubi rebus.


"Sudahlah jangan ungkit-ungkit anak kita, mereka sukses kan karena Gusti Allah."


"Tapi kita yang jadi perantara. Jangan lalu dikit-dikit dilarikan ke Gusti Allah. Coba waktu lahir kita buang ke laut."


"Ya... gemana lagi. Kita ini sudah tua, hanya bisa pasrah, menunggu waktunya tiba," jawab nenek.


Sesaat senyap. Beberapa motor dan mobil yang lewat di jalan beraspal depan rumahnya terdengar lembut. Sebab agak jauh antara jalan raya dengan rumah besar dengan arsitek peninggalan Belanda.


"Saya merasa kehilangan. Lek Tawanlah yang memberi semangat hidup saya, Kek."


"Masa orang sekelas Lek Tawan mampu menginspirasi Nak Sandi."


"Waktu itu, anaku sakit parah dan masuk rumah sakit. Aku keluar dari kamar rumah sakit dan menangis seperti anak kecil. Tiba-tiba punggungku terasa dibelai oleh seseorang."


"Siapa?" Sahut nenek.


"Lek Tawan."


"Apa yang Lek Tawan sampaikan."


"Sindiran yang hebat. Lek Tawan duduk di sebelahku, tatapanya jauh entah kemana. Lek Tawan bilang bahwa orang-orang dengan semangat mengajak orang lain untuk berbuat baik untuk sabar untuk tabah menghadapi cobaan, setelah menimpa dirinya tak berdaya."


Seperti ada batu menampar pelipisku. Aku malu menangis, tapi aku lebih malu dengan ucapan Lek Tawan. Tapi... tapi jangan dihubungkan aku yang seorang guru lalu Lek Tawan bukan."


Kembali suasana hening. Di halaman ada raungan kucing yang berkelahi.


"Apalagi yang Lek Tawan sampaikan," tanya kakek bersemangat.


"Lek Tawan menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan tiap malam

Halaman 4


pasang nomor Togel, bukan karena ingin dapat uang banyak secara mendadak. Tujuanya agar punya harapan.... Kuperhatikan Lek Tawan menundukan kepala, seperti menampakan ketidakberdayaan. Lenganya mengusap air matanya."


"Aku juga sering melihat Lek Tawan seperti itu," sambung kakek.


Matahari makin tinggi, udara makin gerah. Percakapan yang sebenarnya masih panjang itu, berakhir dengan kesimpulan bahwa kepulangan Lek Tawan ke desa kelahiranya, karena merasa tak mampu lagi bekerja dan jika mendadak meninggal dunia, agar tidak meropatkan orang lain. 


Tamat.


Pemalang, 11-7-2023.

Penulis: Kustajianto 

×
Berita Terbaru Update