Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kronologi DPR Batal Ketok Palu RUU Pilkada di Tengah Amarah Rakyat

| August 23, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-08-23T03:51:42Z


Alamanahjurnalis.com - Jakarta -- Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkap runutan DPR membatalkan pengesahan Revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada atau RUU Pilkada.

Dasco menjelaskan awalnya DPR RI hendak mengesahkan RUU Pilkada tersebut melalui rapat paripurna yang dibuka pada Kamis (22/8) 09.30 WIB.

Namun, kata dia, rapat paripurna itu tak dapat dimulai karena tak memenuhi persyaratan kuota forum atau kuorum sehingga harus diskors.

Rapat Paripurna saat itu hanya dihadiri 89 orang dari total 557 anggota dewan.

Merujuk Pasal 279 dan 281 Aturan Tata Tertib DPR, syarat kuorum sidang yakni harus dihadiri lebih dari separuh anggota DPR. Bila tidak tercapai, rapat ditunda sebanyak-banyaknya dua kali tak lebih dari 24 jam.

"Karena kita mengikuti tata tertib dan aturan yang berlaku tentang tata cara persidangan di DPR nah sehingga setelah (tak memenuhi kuorum) ditunda 30 menit dari 09.30 WIB," kata Dasco dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8).

Dasco menuturkan skors selama 30 menit tersebut tak kunjung berhasil untuk memenuhi kuorum agar rapat paripurna digelar.

Sehingga, kata dia, pengesahan RUU Pilkada tersebut batal dilakukan oleh DPR meski telah disetujui oleh Baleg.

"Sampai 10.00 WIB kemudian menurut tata tertib itu tidak dapat diteruskan sehingga kita tidak jadi laksanakan," ujar dia.

Dasco membantah pembatalan pengesahan RUU Pilkada tersebut karena gelombang penolakan dari masyarakat sipil.

Ia mengklaim pembatalan pengesahan itu bahkan dilakukan sebelum massa aksi menggeruduk DPR pada pagi hari tadi.

"Tidak jadi dilaksanakan atau batalnya pengesahan itu jam 10 pagi, jam 10 pagi itu belum ada massa masih sepi," tutur dia.

Bagaimanapun, rencana RUU Pilkada itu telah memicu gelombang aksi demo yang digelar sejumlah elemen di berbagai daerah, bahkan hingga berujung ricuh.

Di Jakarta, aksi demo dipusatkan di depan Gedung DPR yang digelar oleh elemen buruh hingga mahasiswa. Sejumlah komika dan artis terpantau turut terjun dalam aksi demo ini.

Tensi memanas siang hari saat anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Habiburokhman menemui massa. Saat itu, massa berteriak hingga melemparkan botol air mineral ke arah Habiburokhman.

Sorenya, massa berhasil menjebol pagar gedung DPR. Kondisi makin tak bisa dikendalikan hingga menjelang malam.

Imbas aksi demo ini, ruas tol dalam kota pun lumpuh lantaran massa merangsek masuk. Bahkan, aksi bakar-bakaran juga sempat terjadi di dalam ruas tol.

Jelang malam, polisi pun berupaya memukul mundur massa. Polisi juga sempat melakukan penyisiran massa ke sekitar gedung DPR. Tembakan gas air mata pun dilepaskan oleh aparat.

Situasi serupa juga terjadi di Semarang, Jawa Tengah. Massa mahasiswa terlibat aksi saling dorong dan menggoyang pagar tinggi yang menjaga kawasan DPRD Jateng. Terlihat pagar tersebut sampai hampir roboh karena massa ingin masuk ke gedung wakil rakyat itu.

Kemudian, di Kota Solo aksi demo juga diwarnai aksi saling dorong antara mahasiswa dan polisi di Gerbang Utara Balai Kota Solo. Insiden tersebut terjadi saat mahasiswa memaksa masuk ke halaman Balai Kota Solo untuk membacakan tuntutan.

Di Kota Serang, Banten ratusan mahasiswa memblokir akses jalan Perempatan Ciceri sebagai bentuk protes atas rencana pengesahan Revisi UU Pilkada.

Kemudian, aksi demo yang digelar di depan DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, diwarnai lempar batu hingga molotov. Selain aksi pelemparan, massa aksi juga membakar pagar depan di DPRD Jabar.

Hingga akhirnya, tembakan gas air mata dilepaskan aparat untuk membubarkan massa. Selain itu, water cannon pun dikerahkan aparat.

Berikut ini lini masa perjalanan krisis politik yang melibatkan DPR RI dan Mahkamah Konstitusi hingga berujung gelombang perlawanan rakyat sipil di jalanan.
1. Putusan MA - 29 Mei 2024

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Partai Garuda terkait aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur 30 tahun. Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan Majelis Hakim pada Rabu, 29 Mei 2024.

Dengan putusan itu, MA mengubah ketentuan dari yang semula cagub dan cawagub minimal berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon menjadi setelah pelantikan calon.

MA pun memerintahkan kepada KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.

2. Gugatan ke MK - 27 Juni 2024

Pada 27 Juni 2024, Partai Buruh dan Partai Gelora mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengatur ambang batas 25 persen.

Gugatan itu diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora karena merasa ada hak konstitusional yang dirugikan. Di sisi lain, mereka mengaku mendapat suara yang signifikan meski belum memperoleh kursi DPRD di beberapa tempat.

3. Putusan MK - 20 Agustus 2024

Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora pada Selasa (20.8). Hakim memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

MK juga menolak gugatan pengubahan penentuan syarat usia minimum dalam Undang-Undang Pilkada. Ketetapan itu dituangkan dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024.

Dengan begitu, MK ingin usia calon gubernur dan calon wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung saat penetapan calon kepala daerah.

4. Manuver DPR RI - 21 Agustus 2024

DPR RI melalui Baleg kemudian membuat manuver yang berupaya menganulir putusan MK. Baleg DPR menggelar pembahasan Revisi UU Pilkada, dengan dua poin revisi itu tidak merujuk pada putusan MK.

Terkait ambang batas, DPR sepakat partai yang punya kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya. Padahal, putusan MK telah menggugurkan syarat tersebut.

Kemudian soal batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di pasal 7. Baleg memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.

5. Gelombang Protes Sipil - 21 Agustus 2024

Manuver itu kemudian menuai protes masyarakat dari berbagai kalangan, mulai dari aktivis, buruh, mahasiswa, hingga selebritas. Netizen juga turut menyuarakan keresahan mereka di media sosial.

Gelombang protes itu meluas imbas munculnya tagar #KawalPutusanMK dan unggahan foto siaran peringatan darurat berwarna biru. Foto itu pun membanjiri media sosial dalam beberapa jam terakhir.

6. Aksi Demonstrasi - 22 Agustus 2024

Reaksi masyarakat berlanjut dengan aksi unjuk rasa menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di berbagai daerah pada Kamis (22/8). Di Jakarta, aksi itu berpusat di Gedung DPR RI dan Gedung MK.

Unjuk rasa juga berlangsung di daerah lainnya, seperti Yogyakarta lewat Gejayan Memanggil, di Sumatera Barat lewat aksi di depan Gedung DPRD Sumbar, hingga aksi di depan Gedung DPRD Jabar oleh warga Jawa Barat.

7. Gagal Ketok Palu Revisi UU Pilkada - 22 Agustus 2024

DPR RI berniat mengesahkan Revisi UU Pilkada pada Rapat Paripurna Kamis (22/8).
Namun rupanya rapat paripurna tak memenuhi syarat kuota forum. Dari total jumlah 556 anggota DPR, hanya 89 yang hadir.

DPR pun akhirnya membatalkan pengesahan dan menyatakan tunduk pada putusan MK soal syarat pencalonan Pilkada.

Sumber: cnnindonesia.com
×
Berita Terbaru Update