Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Apa Dampaknya?

| June 19, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-18T21:16:25Z


Alamanahjurnalis.com - Jakarta -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu resmi membubarkan Kabinet Perang pada Senin (17/6).

Pembubaran itu menyusul pengunduran diri Benny Gantz pada 9 Juni lalu, yang kecewa karena Netanyahu tidak menyetujui rencana pascaperang di Jalur Gaza Palestina. Tak lama setelah Gantz mundur, pengamat Gadi Eisenkot ikut mengundurkan diri.

Menurut juru bicara kantor PM Netanyahu, peran dari kabinet perang kini akan dialihkan kembali kepada kabinet keamanan Israel.

Selain itu, Netanyahu juga akan mengadakan forum kecil untuk berdiskusi dan berkonsultasi mengenai hal-hal sensitif terkait perang di Gaza.

Kepada The Jerusalem Post, jubir tersebut tak membahas mengenai status hukum dari forum kecil ini. Ia juga tak merinci siapa yang akan berpartisipasi dalam forum.

Kendati begitu, menurut surat kabar Yedioth Ahronoth, forum itu akan mencakup Menteri Pertahanan Yoav Gallant, pengamat Ron Dermer, dan Ketua Dewan Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi. Seluruhnya merupakan orang-orang pro-pemerintah.

Forum kecil ini pun disebut-sebut memiliki dua tujuan. Pertama, menghindari keharusan mengadakan pertemuan kabinet keamanan atas keputusan kecil. Kedua, menjauhkan informasi sensitif dari menteri sayap kanan Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich.

Ben-Gvir dan Smotrich merupakan dua anggota kabinet keamanan Israel yang ditentang keras untuk masuk ke dalam Kabinet Perang. Pasalnya, dua orang ini cukup bermasalah karena tak bisa menjaga rahasia keamanan serta kerap bersikap gegabah.

Dilansir dari Al Jazeera, keduanya pernah mengancam akan mengundurkan diri jika Israel tidak melancarkan serangan ke Kota Rafah, yang menjadi tempat mengungsi 1,5 juta warga Palestina.

Keduanya juga pernah mengancam akan mundur jika Netanyahu melanjutkan kesepakatan gencatan senjata sebelum Hamas benar-benar dimusnahkan.

Ben-Gvir dan Smotrich juga kerap berlaku kontroversial karena mendukung pembangunan pemukiman ilegal Israel di Gaza.

Hal-hal ini yang menyebabkan Netanyahu ogah melibatkan keduanya ke dalam keputusan penting. Netanyahu juga tak mau lagi memberitahu informasi spesifik karena tak lagi percaya pada keduanya.

Setelah kepergian Gantz dan Eisenkot, Ben-Gvir dan Smotrich disebut mendesak Netanyahu untuk memasukkan mereka ke dalam kabinet perang.

Alih-alih menyetujuinya, Netanyahu justru membubarkan kabinet.

Apakah Netanyahu mulai kehilangan kendali?
Terlepas dari pembentukan forum kecil, mantan Konsul Jenderal Israel di New York, Alon Pinkas mengatakan dalam wawancaranya dengan CNN bahwa pembubaran kabinet perang artinya Netanyahu telah 'kehilangan perisai politik dan aura pelindungnya'.

Pinkas mengatakan, Netanyahu saat ini tak hanya akan dituntut bertanggung jawab atas serangan Hamas 7 Oktober, tetapi juga dituntut untuk mengelola perang dengan benar dalam berminggu-minggu mendatang.

Meski begitu, pembubaran kabinet perang menurutnya menegaskan kembali bahwa Netanyahu akan menjadi satu-satunya orang yang memutuskan tentang kesepakatan gencatan senjata.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah mengadopsi resolusi gagasan Amerika Serikat yang mendesak Hamas dan Israel untuk segera melakukan gencatan senjata dalam tiga fase.

"Ini bukan-lah sesuatu yang diputuskan oleh militer atas kemauan mereka. Ini adalah persetujuan Netanyahu. Ini berdasarkan persetujuan Netanyahu. Dia tahu tentang ini, dan dia sekarang sedang bertindak tidak jujur," kata Pinkas.

Pinkas menilai gencatan senjata ini tak akan terwujud karena Netanyahu tak sudi dengan isi kesepakatan meski Amerika Serikat menyebut resolusi itu telah disepakati Negeri Zionis.

Pasalnya, pernyataan bahwa gencatan senjata ini bertujuan untuk menghentikan perang secara permanen merupakan hal yang amat ditentang Netanyahu.

Oleh sebab itu, ketiadaan kabinet perang akan semakin mengukuhkan posisi Netanyahu dalam pemerintahan Israel. Sebab, tak ada lagi pendapat pihak oposisi yang bisa menyeimbangkan pengambilan keputusan.

"Pada dasarnya tidak ada kesepakatan yang bisa disepakati. Tidak ada gencatan senjata, tidak ada rumah, tidak ada apa pun," ujarnya.

Sumber : cnnindonesia.com
×
Berita Terbaru Update