Alamanahjurnalis.com - Kediri - Dewan Pers menggelar jumpa pers terkait draf rancangan perubahan kedua atas UU No. 32 tahun 2022 tentang penyiaran, yang berpotensi tumpang tindih terhadap ketentuan yang mengatur mengenai pers dan penyiaran, pada hari Selasa 14 Mei 2024 pukul 15.00 WIB - selesai yang bertempat di Gedung Dewan Pers Lt. 7 Jl. Kebon Sirih No. 32-34 Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan Dewan Pers bersama 4 konstituen jurnalis dan 7 konstituen perusahaan pers sepakat menolak Rancangan Undang-Undang penyiaran (Selasa, 14/05/2024).
Melalui kanal Youtube Dewan Pers, Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu, SH., M.S, menyampaikan bahwa ada 2 hal yang menjadi argumentasi penolakan itu dilakukan.
Pertama adalah dalam konteks proses penyusunan peraturan perundang-undangan, polemik hukum penyusunan peraturan UU Penyiaran ini sudah melenceng dari nafas filosofi kenapa pers itu diperlukan di Indonesia.
Kebutuhan pers bukan untuk jurnalis atau perusahaan pers, tapi pers dibutuhkan dalam rangka pemenuhan hak konstitusional warga negara yang dituangkan dalam UUD 1945, yaitu hak untuk berpendapat dan berbicara baik secara tulisan maupun lisan. Itulah kenapa sejak tahun 1800 lebih, pers ditempatkan sebagai pilar demokrasi ke-4.
Bahkan manakala melalui UU Penyiaran ini mencoba merubah saluran informasi yang sekarang semua ada multiplatform. Melalui saluran informasi ini lalu produk-produk sia investigatif akan dilarang.
Penyelesaian-penyelesaian konflik pemberitaan akan diselesaikan bukan dengan cara etik tapi dilakukan secara hukum pidana, hukum pemberedelan dan penyensoran, yang hal itu sebetulnya tidak dikenal setelah kita berkomitmen bahwa hak berbicara adalah hak asasi manusia, hak konstitusional warga negara dan kemudian diterjemahkan dalam UU No. 40 tahun 1999 dan dituangkan dalam UU penyiaran yang diawal pembentukannya tidak dimaksudkan untuk mengurangi justru bagaimana informasi yang diperlukan masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan, mendapatkan pemberdayaan publik.
Ketua Dewan Pers dalam akhir siaran Persnya mengatakan bahwa aturan informasi kepada masyarakat ini tiba-tiba dilarang, maka ada perubahan polemik hukum yang sangat signifikan dan itu menjadi dasar mengapa pers yang diberi tugas untuk menjaga demokrasi ke-4 melalui UU No. 40 tidak harus ikut menawar, maka RUU Penyiaran ini harus dikawal dan harus ditolak.
Editor : Ninik Qurotul Aini