Alamanahjurnalis.com - Jakarta - Tiga orang anak dari pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, tewas dalam serangan brutal Israel, yang dilakukan bertepatan dengan perayaan Idulfitri pada Rabu (10/4).
Dalam wawancara kepada Al Jazeera, Haniyeh mengatakan anak-anaknya sedang mengunjungi kerabatnya di kamp pengungsi Al Shati di Gaza utara untuk merayakan Idulfitri.
Ketiga putra Haniyeh yakni Hazem, Amir, dan Mohammad, tewas usai mobil yang mereka kendarai dibom oleh jet tempur Israel di kamp Al Shati.
Dua cucu Haniyeh juga tewas dalam serangan itu, sementara satu cucu lainnya terluka akibat serangan tersebut.
"Tidak ada keraguan bahwa musuh (Israel) didorong oleh balas dendam serta niat pembunuhan dan pertumpahan darah. Mereka tidak mematuhi standar atau hukum apa pun," kata Haniyeh kepada Al Jazeera.
Haniyeh juga mengatakan bahwa sebanyak 60 anggota keluarganya telah terbunuh, sejak agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober lalu.
Serangan ini juga terjadi kala pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih berlangsung di Kairo, Mesir.
"Tuntutan kami jelas dan spesifik. Musuh mungkin berkhayal bahwa dengan menargetkan anak-anak saya di tengah perundingan, akan mendorong Hamas untuk mengubah posisi," kata Haniyeh.
Dia mengatakan, "Darah anak-anak saya tidak lebih berharga daripada darah rakyat kami. Semua martir di Palestina adalah anak-anak saya."
Haniyeh juga menegaskan bahwa serangan terhadap keluarganya merupakan bukti kegagalan Israel, dan dia tidak akan mengubah posisi Hamas dalam perundingan gencatan senjata.
Dia menekankan Hamas tidak akan menarik tuntutannya dalam perundingan di antaranya tuntutan gencatan senjata permanen, pemulangan warga Palestina yang terlantar ke rumah mereka, hingga pembebasan tahanan Palestina.
Ismail Haniyeh merupakan pemimpin politik Hamas yang ditunjuk sejak 2017. Dia telah berpindah-pindah antara Turki dan Doha demi menghindari pembatasan perjalanan yang dilakukan Israel dan memungkinkannya bertindak sebagai negosiator perundingan gencatan senjata.
Sumber : cnnindonesia.com