Alamanahjurnalis.com
Jakarta- Ketum DPP, Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), M.Nurullah RS Angkat Bicara Terkait dugaan kriminalitas Suami Ketua DPW PWDPI Provinsi Riau oleh oknum rentenir dan notaris.
Ketum PWDPI Nurullah RS, mengatakan , setelah mendengarkan cerita dari Ketua DPW nya kasus tersebut berawal dari hutang-piutang dengan bunga yang sangat tinggi dan pakai jaminan surat tanah dan bangunan.
"Jika kasus ini benar, seharusnya masuk perdata bukan pidana. Kedua hutang yang harus dibayar tidak seimbang dan sangat merugikan masyarakat. Masa hutang Rp.130 juta dan sudah dibayar atau dicicil sejumlah Rp.150 juta, rumah disita serta diduga Dikriminalkan hingga suami dari Ketua DPW saya harus menjalani enam bulan tahanan,"ujar Ketum PWDPI.
Nurullah mengatakan, seharusnya para aparat penegak hukum yang ada di wilayah hukum Provinsi Riau bijak dan adil dalam penegakkan hukum. Siap juga menduga ada permainan mafia kasus dalam persoalan yang sedang dialami oleh suami ketua DPW PWDPI Riau.
"Saya sebagai ketua Umum PWDPI tetap menghormati proses hukum di negara kita. Namun saya minta kepada pihak Polda Riau serta terkait agar meninjau kembali kasus ini, jangan sampai penegakkan hukum tebang pilih dan berpihak kepada orang-orang yang punnya uang,"katanya.
Ketum PWDI Juga minta kepada pihak Polda Riau serta terkait juga mengusut hingga tuntas dugaan pemalsuan tanda tangan serta manipulasi surat akte tanah yang dibuat oleh notaris dan oknum rentenir. Pasalnya masih kata dia menurut keterangan ketua DPW nya suaminya tidak merasa tanda tangan.
"Jika bener keterangan ini sudah jelas ada permainan lingkaran setan dalam perkara ini. Dan saya minta para oknum diproses secara hukum yang berlaku jika terbukti saya minta mereka dijebloskan ke penjara. Apa lagi ini yang diduga Dikriminalkan adalah anggota polisi, bagai mana jika kasus ini menimpa masyarakat kecil, pasti tidak berdaya,"ungkapnya.
Terpisah Seperti dalam pemberitaan sebelumnya, Demi perjuangkan suaminya yang diduga telah Dikriminalkan oleh oknum rentenir dan notaris, Ketua DPW Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), Provinsi Riau, Fifit Lidya elsyah lakukan lapor balik ke Mabes Polri dan Presiden serta Polda Provinsi Riau untuk mencari keadilan.
"Demi menuntut keadilan atas dugaan Kriminalkan suami saya, hari ini atas nama Ketua DPW PWDPI Riau, saya mengirimkan laporan kepada presiden, Kapolri serta Polda Riau, atas dugaan pemalsuan tanda tangan dan surat hak milik saya oleh oknum notaris dan rentenir,"tegas Ketua DPW PWDPI Riau, Lidya pada (29/9/2023).
Ketua PWDPI Riau, sangat menyayangkan atas proses hukum yang ada di Riau yang dianggap tebang pilih dalam penegakannnya. Masa persoalan hutang-piutang lanjutnya, suami saya dipidanakan dan saat ini harus menjalani hukuman karena pihak pengadilan memutuskan suami saya bersalah dan harus menjalani hukuman selama enam bulan tanpa mengindahkan fakta yang kami ajukan selama proses hukum berjalan.
"Sebagai warga negara yang baik serta ketua DPW PWDPI saya tetap menghormati proses hukum yang berlaku. Namun sebagai hal warga negara yang dilindungi Hak Asasi Manusia saya berhak juga membela suami saya yang dinilai telah dizolimi,"tegasnya.
Lidya menjelaskan dalam proses hukum bannyak sekali ditemukan kejanggalan, pasalnya bukti hak kepemilikan yang diajukan pelapor untuk bukti dikepolisian berupa akte yang dikeluarkan oleh notaris balik nama diduga telah memalsukan tanda tangan suaminya. Bahkan masih kata ia, balik nama tersebut dikeluarkan oleh akte notaris hampir bersamaan dengan pinjaman uang yang dengan bunga tinggi.
"Sakitnta lagi, suami saya pinjam uang Rp.130 juta dan sudah mengembalikan bunganya sekitar Rp.150 juta, lalu rumah kami yang bernilai lebih kurang Rp600 juta juga harus disita. Bukan itu saja suami saya dilaporkan atas tuduhan menguasai hak orang yang jelas itu rumah kami dan harus menjalani hukuman selama enam bulan. Dimanakah rasa kemanusiaan dan keadilan dinegara kita,"keluh Ketua PWDPI Riau.
Ketua DPW PWDPI Riau, Lidya menambahkan, dirinya atas nama pribadi dan selalu Ketua PWDPI Ria hari ini melaporkan balik oknum rentenir dan notaris atas pemalsuan tanda tangan serta pemerasan terhadap suaminya.
"Hari ini saya melaporkan balik oknum rentenir dan notaris yang telah mengkriminalkan suami saya atas dugaan pemalsuan tanda tangan serta merekayasa surat tanah dan rumah milik kami. Kami juga dalam persoalan ini merasa suami saya sudah diperas oleh oknum rentenir. Saya juga mempertanyakan apakah praktek rentenir dinegara kita sudah di legalkan sehingga aparat penegak hukum membela mereka,"pungkasny.
Terpisah, seperti diketahui pemberitaan sebelumnya,Merasa suaminya dikriminalisasikan oleh oknum notaris serta rentenir, Ketua Dedwan Pimpinan Wilayah (DPW) Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) Provinsi Riau, Fifit Lidya Alsyah, minta Aparat Penegak Hukum untuk membebaskan suaminya, Iptu.Ferru Kamsul Asnawi yang notabenenya sebagai abdi negara Anggota Polisi di Polda Riau.
Ketua DPW PWDPI Riau, Lidya juga minta kepada Aparat penegak hukum agar mengusut dugaan pemalsuan tanda tangan serta pemalsuan surat akte hak guna bangunan (HGB) oleh oknum notaris dan reternir.
“kami merasa telah dizolimi, suami saya Dikriminalkan, saya minta kepada Aparat penegak hukum Polda Riau tidak tebang pilih dan berpihak dalam melakukan proses penegakan hukum. Perkara suami saya adalah pinjam uang, kenapa kok dipidanakan,”keluh ketua DPW PWDPI kepada para awak media group PWSPI pada Selasa (26/9/2023).
Ketua PWDPI Riau, menceritakan kronologi kejadian pada Tanggal 20 oktober Tahun 2004, suaminya Ferri k Asnawi, pinjam uang kepada Suparman diduga oknum rentenir, sebesar Rp130 juta, dengan menyerahkan jaminan sertifikat (HGB) rumahnya kepada Suparman dengan dibuat surat perjanjian hutang piutang ditanda tangani oleh kedua belah pihak tentang bunga pertahun yang harus dibayar sebesar Rp7-12 juta.
“Lalu setelah menandatangani surat tersebut , Suparman mennyerahkan uang pinjaman kepada suami saya didalam mobil dan sekaligus mennyerahkan jaminan sertifikat tanah,”ungkap Lidya.
Setelah transaksi pinjaman uang selesai masih kata Lidya Suaminya Ferri berangkat kekantor dan kembali beraktivitas seperti biasa. Sementara itu, bunga yang harus dibayar sesuai dgn isi perjanjian tersebut dimulai dari 20 Oktober 2005 sampai dengan 20 Oktober 2017. Ada keanehan pada pembayaran tertanggal 20 Oktober 2018 Suparman menolak dan malah mengirimkan somasi untuk penebusan jaminan senilai R400 juta dan minta pengosongan rumah dalam waktu 24 jam dengan melayangkan surat somasi oleh kuasa hukum Suparman atas nama, Syafrizal Andiko disertai melampirkan sertifikat HGB yang sudah beralih nama dari yang sebelumnya bernama Indra Alamsyah menjadi Suparman.
“Saya dan suami saya kaget, sebab dalam pencatatan BPN dan proses nya dilakukan pada hari dan waktu sama dengan penyerahan uang pinjaman yang berada di 2 tempat yang berbeda pencatatan itu dan proses Akte Jual Beli (AJB) dilakukan di Kampar jalan Pasir Putih, sementara penyerahan uang di M.Yamin, Kota Pekanbaru dekat kantor Polresta Pekanbaru,”Kata Ketua DPW PWDPI.
Ketua PWDPI Riau juga mengatakan setelah menerima somasi dia dan suaminya Ferri langsung mengecek ke kantor notaris fanessa ihsandora di Jalan pasir putih untuk mennannyakan menyangkut produk yang dibuat oleh pihak notaris, terkait proses pembuatan AJb serta turunannya yang tidak pernah di hadiri oleh suami Lidya Ferri.
“Setelah ada surat AJB Atas nama Suparman yang dikeluarkann oleh notaris kami mendatangi kantor notaris untuk menanyakan proses pembuatan akte, sebab suami saya tidak pernah merasa menandatangani surat tersebut. Ini jelas pemalsuan,”kata Lidya
Lidya juga heran dan mempertanyakan bagaimana bisa pencatatan di kantor BPN Atas peralihan nama dari Indra Alamsyah kepada Suparman dilakukan di hari yang sama dan jam yang sama dgn penyerahan uang pinjaman. Namun fanessa ihsandora sebagai notaris produk tersebut tidak berkenan berjumpa dengann pihaknya.
“Bahkan saya dan suami saya tiga kali mendatangi kantor notaris namun pihak notaris tidak mau menemui kami, dengan alasan notaris sedang tidak ada ditempat,”ujarnya.
Ketua PWDPI Riau, mengaku tambah terkejut lagi ketika suaminya mendapatkan surat panggilan klarifikasi dari pihak Polda Riau subdit 4 dengan untuk menghadap Ipda Edi Siswanto, sebagai penyidik untuk dibuat BAP nya.
“sebelum kami ke subdit 4 menghadap pak Edi Siswanto kami meminta petunjuk dan diarahkan untuk menghadap bapak Irwasda Polda Riau. Beliau mengintruksikan kepada kami untuk membuat laporan mengenai pemalsuan tandatangan dan AJB palsu ke SPKT Polda riau.dan selain itu kami diminta untuk koperatif atas panggilan tersebut. pangilan ini dilakukan terus menerus sampai akhir nya ditahap 2 kasus dilimpahkan di Kejaksaan Tinggi Pekanbaru. Tetapi kasus suami saya dilimpahkan di kejaksaan n
Negeri Bangkinang dan ahirnya disidangkan dan telah putus ingkrah yang merugikan kami atas tindakan yang tidak pernah dilakukan oleh suami saya dengan pasal UU KUHAP No.167 ayat :1,”bener Lidya.
Lidya menambahkan akibat dugaan Dikriminalkan dan penuh rekayasa kasus hutang piutang suaminya harus menerima sanksi hukum dengan vonis 6 bulan kurungan.
“Padahal suami saya polisi bagaimana kalau minimal masyarakat yang tidak tau apa-apa. Kok bisa pihak APH membela rentenir yang jelas-jelas sudah menindas. Suami saya. Artinya dengan kasus yang menimpa suami saya oknum aparat dan notaris melindungi dan melegalkan praktek rentenir yang bunganya mencekik leher rakyat. Suami saya sama saja habis jatuh tertimpa tangga,”keluhnya.
Ketua PWDPI Riau, Lidya akan terus memperjuangkan suaminya, dan akan minta bantuan hukum kepada organisasi per tempatnya bernaung untuk mencari keadilan.
“Sebagai orang yang terzolimi, saya akan terus mencari keadilan, saya juga rencana akan minta bantuan organisasi pers saya pusat, serta kemabes polri serta pemerintah pusat yang terkait,”pungkas Ketua DPW PWDPI Riau, Lidya, dengan meneteskan air mata. (Tim)