Alamanahjurnalis.com - Program Pupuk Bersubsidi dimulai sejak 1969 dan terus berkembang sampai saat ini, namun sempat menjadi perhatian lembaga IMF saat reformasi pada 1998 dan diberhentikan selama empat tahun, dari 1998-2002. Kemudian pada 2003 program ini dilanjutkan kembali, dan terus mengalami perbaikan dalam mekanisme pendataan, penyaluran dan penebusannya melalui introduksi e-RDKK, Kartu Tani, SIMLUHTAN (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), dan Aplikasi T-Pubers, e-alokasi.
Dilansir dari laman Ombudsman RI, Presiden menyoroti jumlah anggaran untuk pupuk bersubsidi sebesar sekitar Rp33 triliun setiap tahunnya atau sekitar Rp330 triliun dalam 10 tahun tetapi tidak ada dampak terhadap kenaikan produksi pertanian. Maka dirasa perlu untuk dilakukan evaluasi pelaksanaan program pupuk bersubsidi secara menyeluruh.
Anggaran subsidi pupuk yang cukup besar, bahkan tercatat sebagai yang terbesar untuk anggaran subsidi non-energi, sejauh ini memang belum mampu menunjukkan hasil maksimal. Dengan kata lain, belum berhasil meningkatkan sasaran produksi komoditas pangan pokok seperti beras.
Presiden juga menjelaskan kepada media massa, tinggginya harga pupuk disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah konflik Rusia dengan Ukraina. Kebutuhan pupuk (NPK) di Indonesia 13,5 juta ton, sedangkan yang dipenuhi baru 3,5 juta ton. "Ini yang harus kita atasi," katanya kepada wartawan, di Jakarta, 14 Februari 2023.
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian, penyaluran pupuk bersubsidi ditujukan untuk seluruh petani yang mampu memenuhi persyaratan.
Yakni, petani yang berhak mendapatkan yaitu wajib tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam SIMLUHTAN (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), menggarap lahan maksimal dua hektar, dan menggunakan Kartu Tani (untuk wilayah tertentu). Petani dapat menebus pupuk bersubsidi pada kios-kios resmi yang telah ditentukan untuk melayani kelompok tani setempat.
Dalam hal tata ulang kelola pupuk, Ombudsman memberikan solusi tentang perlunya reformasi kebijakan pupuk nasional secara fundamental.
Pertama, perlu perbaikan kriteria petani penerima pupuk bersubsidi dengan beberapa opsi misalnya pupuk bersubsidi alokasinya diberikan 100% kepada petani tanaman pangan dan hortikultura sesuai kebutuhan lahannya dengan luas lahan garapan di bawah 0,1 hektar.
Kedua, akurasi pendataan petani penerima pupuk bersubsidi. Caranya adalah dengan melakukan pendataan penerima pupuk subsidi dilakukan setiap lima tahun sekali dengan evaluasi setiap tahun. Selain itu dapat dilaksanakan penyusunan mekanisme pelibatan Aparatur Desa dalam pendataan, verifikasi dan validasi rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) Pupuk Bersubsidi.
Ketiga, mengevaluasi mekanisme subsidi di semua tahapan. Berdasarkan hal itu, sangat penting untuk dilakukan penataan, termasuk melakukan digitalisasi, sosialisasi/komunikasi antara Kementan, Pupuk Indonesia, Himbara dan kios/petani calon penerima pupuk subsidi.
Tujuannya, selain untuk memastikan pembangunan ekonomi di sektor pertanian yang lebih inovatif dan adaptif terhadap kemajuan teknologi, sehingga penyaluran pupuk subsidi tepat sasaran sesuai ketentuan, serta mampu meningkatkan kesejahteraan petani penerima subsidi, juga membangun tata kelola pupuk secara prudent.
Bagaimanapun, kebijakan subsidi pupuk ini merupakan bentuk kehadiran Pemerintah dalam membantu petani, di mana pupuk merupakan salah satu komponen biaya dalam usaha tani. Di sisi lain, diperlukan optimalisasi penyaluran pupuk bersubsidi yang memang didesain untuk membantu petani agar tetap mampu memiliki akses terhadap pupuk yang terjangkau.
Karena itu, sangat penting untuk mengoptimalkan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, agar mampu mendorong optimalisasi hasil pertanian, menjaga ketahanan pangan, dan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia. Langkah dan kebijakan ini juga diambil agar produk hasil pertanian Indonesia terutama yang memiliki kontribusi terhadap inflasi bisa terus terjaga. (*)