Alamanahjurnalis.com - Dalam Al Qur’an Surah Al-Jaatsiyah ayat 20-25, Allah SWT menjelaskan bagaimana memperturutkan hawa nafsu bisa menjadi awal kerusakan bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam Al Qur’an Surat Al-Jaatsiyah ayat 20-22, Allah berfirman, “Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. Apakah orang-orang yang melakukan kejahatan itu mengira bahwa Kami akan memperlakukan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, yaitu sama dalam kehidupan dan kematian mereka? Alangkah buruklah penilaian mereka itu. Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.”
Menurut Tafsir Al Mishbah, bahwa Alquran merupakan petunjuk untuk akal dan hati. Karena itu, tidak ada satu pun hal dalam Alquran yang bertentangan dengan akal. Amal saleh yang dimaksud ialah penggunaan daya yang diberikan Allah. Apabila hidup dengan semangat dan menggunakan dayanya sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan, itu berarti dia beramal saleh, Jadi, bahwa orang yang melakukan kebaikan dan keburukan akan berbeda di mata Allah. Manusia akan memperoleh balasan dari apa yang dilakukannya. Namun, apabila kita melakukan satu hal secara tidak sengaja, itu tidak dimintai tanggung jawab. Lagi-lagi dikatakan bahwa Allah merupakan pencipta segalanya.
Selanjutnya, Surat Al-Jaatsiyah ayat 23, Allah berfirman, “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?"
Sebagian Ahli Tafsir mengatakan, “Maknanya, maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan agamanya hawa nafsunya, tidaklah ia menginginkan sesuatu kecuali ia menurutinya, karena ia tidak beriman kepada Allah, dan tidak mengharamkan sesuatu yang Dia haramkan, serta tidak pula menghalalkan sesuatu yang Dia halalkan. Agamanya semata-mata hanyalah apa yang disukai jiwanya, ia lakukan”.
Kemudian pada Surat Al-Jaatsiyah ayat 24-25, “Dan mereka berkata, “kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita, selain masa”. Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja. Dan apabila mereka dibacakan ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain dari mengatakan, “Hidupkanlah kembali nenek moyang kami, jika kamu orang yang benar.”
Ayat di atas dapat ditafsirkan bahwa soal kehidupan dan kematian, manusia hanya bisa menduga-duga karena semua berjalan sesuai dengan kehendak dan kuasa Allah. Apabila manusia tidak percaya pada hari kiamat, mereka akan merugi. Sebaliknya, mereka yang percaya pada hari kiamat akan mendapatkan keuntungan.
Dari tafsir QS Al-Jaatsiyah ayat 20-25 di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan adalah dengan mengikuti dan tunduk kepadanya, hal ini bisa menyeret pelakunya untuk melakukan syirik besar, syirik kecil, bid’ah, dosa besar ataupun dosa kecil. Tidak mungkin disamakan antara perbuatan baik dan jahat, dalam kehidupan dunia maupun akhirat. (Ninik QA)